Aulanews.id – Duduk di sebuah ruangan kecil tanpa jendela di sebuah gedung pemerintah di ibu kota Somalia, Mogadishu, Mohamed Yusuf Mohamed memutar kaset audio lainnya ke mesin bobrok itu dan menekan beberapa tombol.
Dia memulai proses yang memakan waktu lama untuk mendigitalkan rekaman sejarah unik selama tujuh dekade milik Radio Mogadishu yang dikelola pemerintah.
Satu habis, tinggal beberapa ratus ribu lagiSetelah beberapa klik, perangkat kuno itu mulai berputar, dan rodanya berputar. Satu kaset sudah habis dan masih ada beberapa ratus ribu lagi yang tersisa. Di ruang sebelah, terdapat rak setinggi lebih dari tiga meter yang terhuyung-huyung di bawah lapisan debu dan ribuan gulungan audio.
Mengingat peralatan yang sudah tua dan staf yang terbatas, proyek yang dimulai oleh Mohamed dan rekan-rekan lainnya akan memakan waktu puluhan tahun untuk diselesaikan.
“Saya tiba di sini jam 8 pagi dan bekerja sampai jam 4 sore, mendigitalkan sekitar 30 hingga 40 track audio per hari dengan peralatan yang sangat terbatas,” katanya.
Sebagian besar arsip analog Radio Mogadishu berada dalam kondisi buruk.
Penyiar pertamaYang dipertaruhkan adalah satu-satunya rekaman audio yang tersisa dari sebagian besar sejarah Somalia, dengan ribuan gulungan musik, puisi, teks keagamaan, pidato politik dan pertunjukan drama sejak stasiun tersebut didirikan pada tahun 1951. Sebagian besar berada di daerah miskin. negara.
“Saya merasa beruntung mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dalam memperbaiki sejarah negara saya,” katanya, seraya menambahkan bahwa dia sadar akan pentingnya tugas ini.
Radio Mogadishu didirikan pada periode ketika Somalia berada di bawah perwalian PBB dan dikelola oleh bekas kekuatan kolonialnya, Italia.
Mereka mulai menyiarkan berita dalam bahasa Italia, dan program Somalia segera menyusul setelahnya.
Pada tahun 1960-an, Radio Mogadishu dimodernisasi dengan bantuan dari Uni Soviet, dan mulai mengudara dalam bahasa Amharik, Oromo, Somalia, dan Italia.
Perang pecahStasiun tersebut ditutup segera setelah dimulainya perang saudara di Somalia pada tahun 1991, dan lokasinya jatuh ke tangan faksi-faksi yang bertikai. Dua tahun kemudian, arsip tersebut mengalami beberapa kerusakan akibat bentrokan antara salah satu faksi dan pasukan penjaga perdamaian internasional yang dikerahkan di kota tersebut pada saat itu.
Kekerasan yang melanda negara tersebut menyebabkan hancurnya sebagian besar warisan budaya Somalia. Koleksi museum dilucuti, barang-barangnya dihancurkan atau dijual di pasar gelap, dan materi di brankas Radio Mogadishu menjadi sasaran.