Aulanews.id – Isu yang menyerang Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai bagian dari membangun politik dinasti Jokowi itu akan segera menjadi isu yang basi. Demikian dikatakan pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI Denny JA) ini dalam video yang diunggah di akun media sosial resminya, DennyJA_World, Sabtu (21/10/2023).
Video tersebut adalah bagian dari serial Ekspresi Data yang diunggah di Facebook, Instagram, Twitter, TikTok, serta Youtube Denny JA. Ini adalah serial video yang durasinya hanya 3 menit dan berbasis data riset LSI Denny JA untuk aneka isu yang strategis, termasuk Pilpres 2024.
Isu tersebut berkembang seiring dengan berita-berita yang marak, seperti “Gibran Terbang ke Jakarta Jelang Penantuan Cawapres Prabowo” dan “Berkas Pendaftaran Gibran Sebagai Cawapres Prabowo Sudah Siap.” “Reaksi terhadap isu ini bervariasi. Sebagian melihatnya sebagai bagian dari pertarungan politik, dimana isu dinasti politik menjadi senjata untuk menyerang Gibran, Prabowo, atau bahkan Jokowi. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa dinasti politik adalah fenomena yang lazim dalam dunia demokrasi,” katanya.
Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara demokrasi maju di Eropa dan Amerika Serikat, dinasti politik telah menjadi hal yang biasa. Bahkan dalam konteks Indonesia, contoh seperti Pinka Haprani yang maju sebagai caleg saat ibunya, Puan Maharani, masih menjabat sebagai Ketua DPR RI menunjukkan bahwa fenomena ini diterima sebagai hal yang sah dan tidak melanggar hukum. “Kita juga bisa mengamati dinasti politik dalam keluarga Bung Karno, yang telah berlangsung hingga empat generasi, mulai dari Bung Karno hingga Pinka Haprani. Contoh serupa dapat ditemukan dalam keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan bahkan di luar negeri, seperti dalam keluarga Kennedy di Amerika Serikat, Bush di Amerika Serikat, atau Nehru di India,” ujarnya.
Mengapa dinasti politik dianggap wajar dalam negara demokrasi? Ini karena prinsip demokrasi menegaskan persamaan hak di antara seluruh warga negara. Semua orang memiliki hak yang sama untuk menjadi pemimpin, tanpa memandang asal usul keluarga mereka. Konstitusi sebagai hukum tertinggi juga tidak melarang anak-anak presiden, gubernur, atau wali kota untuk menjadi pemimpin nasional jika orang tua mereka masih menjabat. (Ful)