Aulanews.id – Krisis biaya hidup mungkin menyebabkan ribuan kematian dini di Inggris dan secara signifikan sekaligus memperlebar kesenjangan kekayaan dan kesehatan antara kelompok terkaya dan termiskin.
Hal ini diungkapkan dari penelitian yang dilakukan oleh Public Health Scotland dan University of Glasgow.
Dalam penelitian yang diunggah pada jurnal BMJ Public Health itu, studi menemukan orang yang meninggal sebelum mereka mencapai usia 75 tahun akan meningkat sebesar 6,5% tahun ini karena krisis biaya hidup, dengan tambahan 30 kematian per 100.000 orang.
Hasil ini ditemukan dari pemodelan skenario untuk memperkirakan bagaimana tingginya inflasi baru-baru ini akan mempengaruhi pendapatan rumah tangga, bagaimana langkah-langkah mitigasi akan mengubah dampak-dampak ini, dan bagaimana tingkat kematian, harapan hidup dan kesenjangan akan berubah sebagai dampaknya.
Mereka membuat model dalam tiga skenario yakni tanpa tindakan mitigasi apa pun, dengan dimasukkannya EPG (jaminan harga energi), dan dengan dimasukkannya EPG dan pembayaran tunjangan biaya hidup.
“Dalam setiap skenario yang dimodelkan, rumah tangga di daerah yang paling miskin adalah yang paling terkena dampaknya, bahkan dengan dukungan pemerintah, dan akan mengalami kerugian sebesar 1.400 pound (Rp 26 juta) pada tahun 2022/2023,” demikian temuan studi tersebut dikutip The Guardian,
“Tanpa mitigasi apa pun, inflasi akan meningkatkan kematian dini sebesar 5% di wilayah yang paling tidak terdampak dan sebesar 23% di wilayah yang paling terdampak. Skenario EPG akan menurunkan angka ini menjadi antara 3% dan 16%, dan penambahan dukungan biaya hidup akan menurunkan angka tersebut menjadi antara 2% dan 8%.”