LBMNU Gelar Bahtsul Masail, Bahas 3 Masalah

Aulanews.id – Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jawa Timur menggelar kegiatan Bahtsul Masail di Aula KH. Bisri Syansuri, Surabaya, pada Selasa (29/8/2023). Kegiatan ini dihadiri oleh Pengurus Wilayah Nahdalatul Ulama (PWNU) Jawa Timur dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) se-Jawa Timur.

Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jawa Timur, KH. Asyhar Shafwan mengatakan bahwa kegiatan Bahsul Masail sudah lama tidak digelar. Oleh karena itu, pada kesempatan Bahtsul Masail kali ini membahas 3 topik permasalahan sekaligus.

“Karena ini mumpung kita kumpul se-Jawa Timur, sudah lama Bahtsul Masail tidak bertemu sekitar 6 bulan. Makanya ditambah lagi dua masalah,” ujarnya.

3 topik permasalahan tersebut, yakni Hukum Ekspor Pasir dan Tanah Olor; Karmin, Serangga Bahan Pewarna Makanan; serta Content Creator, Publisher Right, dan Platform Digital.

Untuk hasil Bahtsul Masail ini akan disampaikan oleh LBMNU dalam siaran pers bersama Aula Media pada Selasa, 5 September mendatang.

Pendapat Para Tokoh NU tentang Topik Permasalahan

 

Menurut KH. Asyhar, hukum Karmin sebagai bahan makanan harus dikaji ulang lantaran hal itu menyangkut kesehatan.

“Terkait karmin itu kan masalah halalan lalu kesehatan juga. Karena MUI sudah menfatwakan itu halal, padahal kita juga harus melihat hal itu kan ada kriterianya. Tidak hanya suci, karena suci tapi membahayakan kesehatan itu kan haram. Makanya kita kaji. Nanti kita datangkan narasumber yang pas, supaya tidak ada kesalahan dalam menangkap persoalan,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Badan Kemaritiman Nahdlatul Ulama (BKNU) Jawa Timur mengutarakan pendapatnya mengenai permasalahan ekspor pasir dan tanah olor.

“Selagi tidak merusak lingkungan lagi madhorot nya itu bisa ditahan, ya boleh. Tapi kalau sudah merusak lingkungan, madhorotnya lebih besar dari manfaatnya, ya itu tidak boleh,” ujarnya.

Namun, ia menambahkan, jika permasalahan ekspor pasir dan tanah olor dikaji secara ilmiah, maka hal itu jelas berdampak buruk terhadap lingkungan.

“Secara ilmiah, (ekspor pasir dan tanah olor) ya tidak boleh. Kan regulasi sudah jelas merusak lingkungan tidak boleh. Tapi setahu saya di PP 26 itu boleh diekspor selagi kebutuhan dalam negeri sudah tercukupi. Nah kalau kebutuhan dalam negeri ini masih diperlukan, ya harus mendahulukan dalam negeri. Tapi itu kan celah. Celah membuat pernyataan bahwa dalam negeri sudah mencukupi, karena bisa saja pimpinan daerah menyatakan bahwa kebutuhan dalam negeri sendiri sudah oke jadi dijual. Memang syarat jual beli boleh-boleh saja. Lalu mengapa PP 26 itu dilarang? Yang dikhawatirkan itu peruntukannya itu dijual ke negara lain. Negara lain mengembangkan pulaunya, wilayah daratannya, sementara kita berkurang,” katanya menambahkan.(Lin/Mg06)

Siaran Langsung

Kiai Bertutur

Sosial

Add New Playlist