Aulanews.id – Ketegangan antara China dan Filipina sehubungan dengan sengketa teritorial di Laut China Selatan kian meningkat. Para analis mengatakan bahwa sengketa tersebut menimbulkan rasa cemas di Asia Tenggara sekaligus mendorong Filipina untuk meningkatkan kerja sama keamanan dengan Amerika Serikat.
“Apa yang dilakukan China adalah menempatkan Filipina pada posisi yang tidak dapat menurunkan eskalasi tanpa mempertaruhkan penghinaan internasional, sehingga Filipina sekarang bertindak dengan cara yang dirancang untuk memproyeksikan kekuatan,” kata Justin Baquisal, seorang analis geopolitik yang berbasis di Manila, kepada VOA dalam sebuah wawancara telepon.
Perselisihan terbaru terjadi setelah militer Filipina menuduh kapal penjaga pantai China mengganggu kapal pemasoknya dan menyemprot kapal Filipina dengan meriam air.
Manila mengatakan langkah penjaga pantai China itu sebagai “sesuatu yang berlebihan dan ofensif,” sementara Beijing bersikeras bahwa pihaknya telah melakukan “pengekangan rasional.”
Akar perselisihan tersebut adalah kapal perang era Perang Dunia II, Sierra Madre, yang oleh Filipina sengaja ditambatkan di Second Thomas Shoal (terumbu/daerah dangkal bernama Second Thomas) sebagai pos militer untuk melindungi klaim teritorialnya. Terumbu yang disengketakan itu terletak di dalam zona ekonomi eksklusif Filipina dan Manila secara teratur merotasi pasukan di pos tersebut.
Walaupun Beijing telah berulang kali mendesak Manila untuk menarik kapal itu, Filipina telah berjanji akan melawan jika China mencoba memindahkan Sierra Madre dengan paksa.
Para ahli mengatakan China telah mengadopsi strategi blokade untuk mengontrol material yang mencapai Second Thomas Shoal.