Aulanews Daerah Sistem Proporsional Tetutup Juga Rawan Politik Uang

Sistem Proporsional Tetutup Juga Rawan Politik Uang

Aulanews.id – Banyak kalangan bersuara keras terkait rencana sejumlah kalangan yang akan mengembalikan sistem pemilihan calon anggota legislatif ke sistem proporsional tertutup. Karena hal itu bukan menyelesaikan maslaah politik uang yang selama ini dikeluhkan.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia Hurriyah menilai, pemilu legislatif sistem proporsional tertutup tidak menyelesaikan masalah politik uang. Untuk konteks politik Indonesia, lanjutnya, masalah politik uang disebabkan oleh masalah yang sifatnya lebih struktural. “Argumen bahwa sistem proporsional tertutup bisa menekan politik uang adalah argumen yang tidak berdasar,” kata Hurriyah, Senin (09/01/2023). “Sistem proporsional tertutup hanya akan memindahkan politik uang dari publik ke DPRD saja,” lanjutnya.

Baca Juga:  Total 76.421 Calon Haji Sudah Diberangkatkan Dari Indonesia

Sebagai informasi, dalam sistem proporsional terbuka yang diterapkan di Indonesia, pemilih dapat mencoblos partai politik atau nama calon anggota legislatif yang diharapkan duduk di parlemen. Sementara itu, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik. Partai yang kelak berwenang menentukan anggota dewan yang berhak duduk di parlemen mewakili suatu daerah pemilihan. “Penyebab politik uang dalam pemilu kita itu lebih struktural sifatnya, terkait dengan sistem rekrutmen partai yang otokratik dan dinastik,” kata Hurriyah. Hal-hal ini menyebabkan tingginya biaya politik bagi warga negara yang hendak masuk ke partai politik tertentu atau maju sebagai calon legislatif. Fenomena ini dikenal sebagai istilah mahar politik.

Baca Juga:  Embat Pakaian, Tiga Pencuri Dilumpuhkan Bos Pemilik Pakaian Distro 

Dalam pemilu legislatif sistem proporsional terbuka seperti yang saat ini diterapkan pun, caleg disebut masih harus mengeluarkan biaya tinggi untuk mahar politik itu. Pengeluaran mereka untuk menjadi anggota parlemen dinilai tidak hanya untuk berkampanye di lapangan, namun juga untuk mengongkosi mahar politik tadi. Partai-partai politik membebani semua biaya pemilu kepada kandidat, lanjut Hurriyah. “Maraknya uang dan penerimaan pemilih terhadap praktik politik uang juga disebabkan pragmatisme partai yang malas membangun kedekatan dengan pemilih,” ujar dia.

Partai politik selama ini juga dinilai tidak berfungsi dalam kehidupan warga, selain menjelang pemilu. Imbasnya, hanya sedikit warga yang memiliki kedekatan/identifikasi ideologis maupun psikologis dengan suatu partai politik. (Ful)

Baca Juga:  Gelar Aksi Damai, IJTI Surabaya Tolak Pasal Bermasalah RUU Penyiaran

Berita Terkait

Memperkuat Keterbukaan Informasi, KI dan Baznas Jatim Jalin Kolaborasi

Memperkuat Keterbukaan Informasi, KI dan Baznas Jatim Jalin Kolaborasi

Terkini

Siaran Langsung

Sosial

Scroll to Top