Aulanews.id, Surabaya – Enam mahasiswa Unusa mendapat gelar juara dari dua kegiatan lomba berbeda. Tiga mahasiswa Unusa atas nama, Dwi Indah Fadhilatul Amanah, Alisyah Azzahra Putri, Anggita Lusiana Dewi berhasil meraih juara tiga pada lomba Management Administration Great Innovation Competition (MAGIC) National Business Plan Competition di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Sementara tiga lainnya atas nama Muhammad Fachruddin, Agung Firmansyah dan Azizatur Rofi’ah, meraih juara dalam ajang lomba Debat Pendidikan se Jawa Bali yang di oleh IAIN Madura Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pengembangan Intelektual dan Riset.
Dwi Indah Fadhilatul Amanah, Alisyah Azzahra Putri, Anggita Lusiana Dewi, ketiganya meraih juara setelah membuat busnis plan Co-man kepanjangan dari cookies matan. Matan adalah istilah dari tunanetra. Cokies ini terbuat dari tepung umbi porang.
Di Jepang umbi porang kerap digunakan bahan dasar pembuatan nasi shiratake dan mie siratake yang biasa digunakan cara untuk menjalankan diet. Umbi porang memiliki kadar kalori paling rendah dibandingkan nasi dan umbi-umbian lainnya, selain itu umbi porang juga mengandung banyak zat gizi salah satunya sangat tinggi serat.
“Sehingga saat dijadikan cookies yang kami buat juga sangat cocok untuk mereka yang sedang menjalani program diet tapi tetap ingin nyemil,” ungkap salah satu anggota dari Prodi S1 Gizi Unusa, Dwi Indah Fadhilatul Amanah.
Dwi menambahkan jika timnya memilih untuk menggunakan tepung porang karena ingin Indonesia memiliki banyak inovasi pengolahan dari umbi porang. Selama ini Indonesia hanya mengekspor bahan mentah dari umbi porang.
“Kedepannya dengan salah satu ide yang kami cetuskan berupa cookies akan muncul inovasi inovasi baru cara pengolahan umbi porang, sehingga menambah nilai ekonomi dari umbi porang dan mampu membantu perekonomian para petani porang yang cukup banyak di Jawa Timur,” ungkap Dwi.
Dwio mengungkapkan, kesulitan yang dialami mereka saat mengolah umbi porang adalah karena termasuk jenis tanaman tahunan, sehingga harus menunggu hingga satu sampai dua tahun baru bisa dipanen. “Selain itu harga tepung porang juga cukup mahal dan harganya di pasaran tidak setabil, sehingga dalam mengolahnya menjadi tepung kami langsung berkerjasama dengan petani untuk membelinya,” ucap Dwi.
Untuk cookiesnya, Dwi menjelaskan satu wadah cookiesnya terdapat coco chip membentuk huruf braille hingga membentuk kata-kata motivasi. “Kami ingin memberikan kesan untuk penyandang tunanetra mendapatkan motivasi dari kata-kata penyemangat dari setiap membeli Co-Man,” ungkapnya.