Aulanews.id – Sebagai “pintu gerbang” masuknya penduduk dunia ke wilayah Kerajaan Arab Saudi, Jeddah juga menjadi “surga” bagi kaburan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Istilah “kaburan” adalah warga Indonesia yang lari dari majikan (kafil) karena beberapa sebab, kemudian mengadu nasib tanpa dibekali dokumen resmi. Selain itu, ada istilah lain seperti overstayer (masa izin tinggal yang telah kadaluwarsa) atau undocumented.
Pilihan kota Jeddah menjadi tujuan merantau cukup logis. Sebagai kota pelabuhan yang padat penduduk, ramai perdagangan dan bisnis, kebutuhan tenaga kerja sektor domestik juga cukup tinggi. Selain telah menjadi “kota kedua” seperti Makkah, bagi warga Indonesia yang berpuluh-puluh tahun menetap di sana.
Tingginya minat PMI di wilayah lain Arab Saudi yang ingin bekerja ke Jeddah, melahirkan naluri bisnis mengais cuan bagi beberapa PMI “senior” yang telah malang melintang hidup di Biladul Haramain.
Mereka mengistilahkan “menyeberang” ke Jeddah, dengan tarif mulai ratusan hingga beberapa ribu riyal, tergantung “service” yang diperlukan.
Siapa yang dituju dan bagaimana menetap di Jeddah? Bisa bermacam-macam; mulai dari kenalan, teman di kampung Indonesia, hingga para “mas’ul,” istilah yang populer bagi penampung PMI kaburan yang akan memberikan pekerjaan bagi kaburan.
Beberapa mas’ul secara terang-terangan beriklan di media sosial, tentunya dengan sedikit malu-malu tidak menulis secara eksplisit tarif “menyeberang ke Jeddah.” Biasanya, diminta untuk hubungi nomor WA.
Meskipun perbuatan tersebut ilegal dan jenis pelangaran berat di Arab Saudi, tapi mereka tetap “buka praktik.” Konon ada sebagian mas’ul yang memiliki “wastha.”