Aulanews.id – Pandemi belum berakhir, dan terus menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Salah satunya adalah keluhan kesehatan jangka panjang terkait COVID-19. Banyak penyintas COVID-19 telah dinyatakan sembuh. Namun, pihaknya terus menerima berbagai pengaduan dalam kurun waktu mulai dari dua minggu hingga lebih dari tiga bulan. Ini dikenal sebagai long covid-19.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), satu dari sepuluh orang yang selamat dari COVID-19 mengalami long covid-19 syndrome. Jumlah ini cukup besar. Dalam penelitian yang melibatkan lebih dari 3.000 responden dari 56 negara/wilayah, Davis dkk menyatakan bahwa keluhan terbanyak yang dialami pasien long covid-19 adalah kelelahan, malaise/lemah, dan gangguan fungsi kognitif.
Selain itu, terdapat pula gejala lain, seperti nyeri kepala, nyeri dada, nyeri otot, gangguan tidur, dan sesak napas. Sejumlah hipotesis dikemukakan sebagai penyebab long covid-19. Salah satunya masih adanya pengaruh inflamasi, trombosis, dan autoimun yang terus bereaksi terhadap sejumlah organ dan sistem dalam tubuh.
Evaluasi
Long covid-19 berdampak serius pada kualitas hidup seseorang, termasuk kehidupan sosial dan kemampuan untuk kembali ke dunia kerja. Padahal, karena alasan finansial dan psikologis, penyintas covid-19 berharap untuk segera kembali bekerja. Mereka butuh aktualisasi diri, dukungan psikologis, dan tentu saja pendapatan.
Semua hal ini dapat difasilitasi dengan ‘kembali bekerja’. Namun, isu kembali bekerja tentu bukan isu sederhana karena terkait dengan beberapa dilema. Di antaranya apakah penyintas sudah siap secara fisik ataupun psikis untuk kembali melakukan pekerjaannya semula. Lalu, adakah kemungkinan pekerjaannya dapat memperburuk kondisi kesehatannya dan apakah kondisinya akan membahayakan lingkungan kerja serta rekan kerjanya?