“Ini bisa kita saksikan, misalnya, dalam konteks penolakan Gus Dur soal pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir yang waktu itu ingin dibangun di Muria, Jepara, Jawa Tengah,” ucap Asman.
Ketujuh, Gus Dur memiliki terobosan kebijakan moratorium loging dan hutan selama 10-20 tahun untuk keberlanjutan kelestarian ekosistem dengan diikuti restorasi, koreksi regulasi, dan kebijakan atas para perusak sumber daya alam (SDA). Ini dibuktikan Gus Dur dengan langsung memecat para menterinya yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berdampak pada kerusakan lingkungan.
“Gus Dur memecat menterinya, Nur Mahmudi Ismail dan menggantinya dengan Marzuki Usman, karena salah satu indikatornya bahwa Nur Mahmudi terlalu banyak mengobral izin eksploitasi sumber daya alam, dalam hal ini perhutanan dan perkebunan. Nur Mahmudi ditengarai mengeluarkan sebanyak 57 izin dengan luas 2 juta hektar. Ini yang membuat Gus Dur berang, marah, dan menggantinya dengan Marzuki Usman,” ucap Asman.
Kedelapan, Gus Dur punya gagasan tentang membangun kurikulum pendidikan Islam berbasis lingkungan. Ini juga salah satu kritik Gus Dur terhadap paradigma sebagian besar gerakan Islam dan pemikir-pemikir Islam yang sangat developmentalisme, sehingga tidak memberikan ruang untuk penguatan pendidikan agama yang juga bermuatan lingkungan.
Kesembilan, Gus Dur dianugerahi oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) sebagai tokoh pejuang lingkungan pada 2010.