Ketika ‘colok’ sudah datang, orang tua perempuan pasti akan menyetujui pernikahan itu.
Sejarah munculnya tradisi ini karena ada kejadian ketidaksetujuan orang tua perempuan pada pernikahan anaknya, sehingga calon pengantin melakukan kawin colong.
3. Kawin Culik, Suku Sasak (Lombok)
Bergeser ke Nusa Tenggara Barat (NTB), Suku Sasak di Dusun Sade, Desa Rambitan, Kecamatan Puju, Kabupaten Lombok juga punya tahapan unik dalam prosesi pernikahan. Tradisi unik ini mengharuskan calon suami menculik kekasihnya.
Keduanya akan membuat ‘perjanjian’ kapan proses penculikan ini akan dilaksanakan. Aksi penculikan yang boleh dilakukan pada malam hari saja harus ditutup rapat-rapat, termasuk tidak boleh diketahui oleh orang tua dari pihak perempuan.
Yang mengetahui aksi ini hanya laki-laki dan perempuan itu saja, serta beberapa kerabat dekat yang akan membantu proses penculikan. Ketika hari H, saat malam hari sang wanita akan mencari cara supaya dapat keluar rumah, dan saat ini sang kekasih serta beberapa kerabat dekatnya akan menunggu di luar, kemudian menculiknya.
Setelah berhasil, keduanya akan lari keluar desa, mereka akan bermalam di rumah saudara atau kerabat. Mengutip Antara, aksi penculikan atau ‘Merani’ didasari oleh rasa suka sama suka.
Walau sang gadis banyak disukai pria lain, namun yang berhasil membawa lari pertama, dia akan mendapatkannya. Maka dari itu, baik pihak pria dan wanita harus menyiapkan rencana dengan matang dan tidak boleh terdengar orang lain agar tidak gagal.
Jika sudah dibawa lari, maka keduanya harus sesegera mungkin dinikahkan.
4. Sinamot, Suku Batak
Mirip-mirip dengan uang panai, sinamot adalah tradisi unik Suku Batak yang mengharuskan mempelai melakukan negosiasi mahar pernikahan. Besarnya mahar ini tergantung pada status sosial, tingkat pendidikan, dan karier pihak perempuan.