“Kita perlu seorang panglima yang memiliki cakrawala berpikir tentang pertahanan strategis di sektor kelautan atau di sektor kepulauan,” kata Usman.
“Dalam hal ini semestinya presiden mengangkat Kepala Staf Angkatan Laut sebagai pejabat Panglima TNI yang baru,” tambah Usman.
Pada kesempatan tersebut, Usman juga mengingatkan adanya persoalan bahwa Andika diduga-duga pernah terlibat dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua.
Sebab, berdasarkan Pasal 3 ayat 1 UU Nomor 3 Tahun 2002 itu ditegaskan bahwa pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip pertahanan dan HAM.
“Dari sudut pandang HAM jelas implikasi kasus pelanggaran HAM dalam rekam jejak Andika Perkasa itu harus menjadi pertimbangan utama,” Ucapnya.
Cium Aroma Politis
Selain itu menurut Usman, koalisi menilai faktor politik lebih kental di balik penunjukan Andika, dibanding filosofis dari pertahanan negara maupun persoalan undang-undang mengenai pertahanan negara dan UU TNI.
“Saya menduga ini terjadi karena ada semacam faktor politis. Artinya ketimbang faktor filosofis dari pertahanan negara atau faktor yuridis,” kata Usman.
Usman menyebut faktor politis itu lebih kental karena kedekatan Andika dengan Jokowi melalui mertuanya, Jenderal (Purn) TNI A.M. Hendropriyono yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
Usman juga menyebut sosok mertua Andika ini sangat dekat dengan ketua partai pengusung Jokowi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
“Faktor politis tampak lebih kental karena kedekatan sang calon dengan mantan Kepala BIN dan dengan Ketua Umum PDIP,” tambahnya.
Ia juga merasa perlu ada yang menjelaskan bagaimana proses yang dilakukan Dewan Kepangkatan dan Jabatan TInggi (Wanjakti) TNI dalam penentuan calon Panglima TNI pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto.